Latest Article Get our latest posts by subscribing this site

Minggu, 19 Januari 2014

KHUTBAH YG MENGONCANGKAN DUNIA


Waktu dan Pesona Kehidupan


Tidakkah engkau memperhatikan, bahwa Allah memasukan malam kedalam siang dan memasukan siang kedalam malam dan Dia menundukan matahari dan bulan, masing-masing beredar sampai kepada waktu yang ditentukan. Sungguh Allah Mahateliti apa yang kamu kerjakan
[Al-Luqman: 29]
Tahukah kita, ternyata rahasia waktu begitu istimewa dalam kehidupan? Hal terdekat dalam keseharian kita seperti perbedaan letak geografis, dapat membuat eksistensi waktu menjadi begitu unik. Dengan perbedaan ini, setiap orang di berbagai belahan dunia dapat memanfaatkan waktu dengan cara yang unik pula. Sore hari, orang-orang di Inggris akan menikmati waktunya untuk minum teh bersama pasangan atau keluarga. Pada waktu yang bersamaan, di belahan bumi yang lain, tengah malam orang-orang di Jepang masih menikmati waktunya dengan berjibaku pekerjaan.
Demikian juga perbedaan letak astronomis. Setiap perbedaan 1 bujur derajat,  berbeda pula waktu kita selama 4 menit. Sehingga kita yang hampir terlelap tidur pukul 10 malam di Indonesia, dapat menerima kabar bahagia seorang sahabat dekat lewat handphone, bahwa ia dan teman-teman pertukaran pelajar dari negara lain akan menunaikan Sholat Maghrib di Saudi Arabia untuk pertama kalinya.
Kedua perbedaan ini, membuat banyak orang yang memperoleh pengalaman pertama menginjakan kaki di belahan bumi lain, merasakan pengaruh perbedaan waktu yang signifikan. Jika pembaca pernah mendengar istilah ‘jet lag’, mungkin Anda pernah tahu bahwa perbedaan persepsi waktu ini sangat kentara dirasakan oleh orang yang (pertama kali) menginjakan kaki di negara lain.
Sebagai ilustrasi. Seseorang yang naik pesawat dari Indonesia pukul 2 sore, setelah melewati 8 jam perjalanan di pesawat,  ia melihat jam yang masih dalam setting Indonesia saat itu akan menunjukan pukul 10 malam. Merasa lelah dan seharusnya sudah malam, ia  merasakan kantuk dan ingin segera tidur setibanya di negara tujuan. Tapi di negara tujuan ia justru masih merasakan sinar matahari  sore.
Hari pertama di negara tujuan dapat saja dilewati seseorang dengan mengikuti standar waktu negara asal. Namun hari-hari berikutnya, ia dan jam biologisnya akan dan harus segera menyesuaikan diri dengan standar waktu negara dimana ia berada. Ia akan tidur jika waktu di negara setempat menunjukan pukul 11 malam, dan akan bangun saat pukul 4 dini hari.
Allah yang Mahahalus ilmunya  membuat efek perbedaan waktu ini menjadi begitu ajaib! Dengan menciptakan bumi yang
hampir berbentuk bulat, membuatnya berputar pada poros dari barat ke timur, Sang Mahapengasih menerbitkan matahari untuk memberi kehidupan. Dengan ini, dalam waktu yang bersamaan manusia dan makhluk-makhluk bumi  menikmati berkah dari kehidupan dengan beragam aktifitas yang berbeda di setiap belahan bumi. Begitulah rahasia waktu merangkai pesona kehidupan, dengannya manusia bisa mengambil pelajaran yang tak berbatas.
Pada pembaca Selembar Madani, saya ingin berbagi sebuah temuan menarik dari penelitian Yong-Soon Kang, Paul Herr, dan Christine Page dalam jurnal ‘Time and Distance: Asymmetries in Consumer Trip Knowledge and Judgments’. Tiga peneliti ini menemukan bahwa ternyata informasi mengenai jarak tempuh waktu lebih dapat tersedia dalam ingatan dibandingkan dengan jarak tempuh kilometer pada orang-orang yang sedang melakukan perjalanan dari satu tempat ke tempat lain. Contoh yang sangat Indonesia adalah, orang akan lebih mudah mengingat 4 jam jarak tempuh waktu Jakarta – Bandung  dibandingkan dengan 170 KM jarak tempuh kilometer ibukota dengan kota kembang ini. Hal tersebut disebabkan karena orang-orang menjadi lebih aware sadar dan mendapat insight bahwa waktu merupakan dimensi penting dalam perjalanan (kehidupan).
Dalam salah satu tulisannya, Anis Matta (2008) juga bercerita mengenai sebuah riset kecil yang dilakukan pada buruh-buruh Aljazair di Perancis. Riset kecil ini menunjukan bahwa setelah bertahun-tahun, wajah-wajah buruh yang didatangkan dari Aljazair menjadi tampak lebih baik dan lebih indah. Sentuhan peradaban telah meninggalkan goresan keindahan pada sorot mata dan garis-garis wajah mereka. Diceritakan pula dalam tulisan, saat tersenyum wajah mereka menjadi tampak lebih renyah, lebih terbuka, dan lebih mampu menyatakan isi jiwa mereka.
Peneliti menemukan bahwa penampilan mereka kini jauh lebih bagus. Ia bertutur: kami selalu memotret wajah mereka lebih indah setiap kali pengetahuan dan kemampuan membaca mereka bertambah. Pesona pengetahuan membuat mereka berkembang dan lebih berdaya, membuat buruh-buruh yang tinggal di Perancis ini menjadi tampak lebih indah dari waktu ke waktu. Ya! Kata kuncinya adalah waktu. Waktu yang kemudian bertemu dengan peradaban, kesempatan dan kemauan yang baik. Mereka mempergunakan waktu untuk memperoleh pengetahuan. Memperoleh keberdayaan dan kemahiran tertentu yang mereka pergunakan dalam kehidupan.
Waktu menjadi semakin unik ketika dikaitkan dengan perbuatan baik manusia. Pernahkah terlintas dalam benak kita mengenai motif  seorang mahasiswa(i) yang merasakan nikmat dan aliran kebahagiaan ketika menghabiskan sebagian waktunya dalam pengembangan komunitas keluarga dan anak-anak di lingkungan sekitar, kegiatan penanganan trauma bencana, pemberdayaan masyarakat, kesejahteraan mahasiswa, dan segala bentuk upaya  membantu dan meringankan beban kehidupan orang-orang di sekitar? Tidakkah ini membuatnya merasa lelah, karena ia justru harus berkorban waktu lagi
untuk misalnya begadang semalaman, mengejar tugas-tugas perkuliahan?
Menarik sekali. Psychology of Giving menjelaskan bahwa pengorbanan waktu dan perilaku memberi ini membawa pengaruh positif pada pelakunya, selain kepada orang lain. Hal ini memberikan penjelasan atas pertanyaan ‘Why Do People Give?’, dengan temuan bahwa seseorang yang memberikan  waktunya untuk melakukan kebaikan-kebaikan pada orang lain cenderung memiliki tingkat kesejahteraan psikologis yang lebih baik. Mereka lebih dapat mempersepsikan  kebahagiaan dan kepuasan hidup dengan lebih baik. Dan secara timbal balik, mereka yang memiliki kesejahteraan psikologis yang baik akan memberikan lebih banyak waktu untuk melakukan kebaikan-kebaikan pada orang lain.
Tak heran orang Inggris menyebut waktu hari ini sebagai present (hadiah). Menarik mengapa mereka memberikan sebutan present untuk waktu saat ini. Konon mereka menyebut waktu hari ini adalah sebagai sebuah hadiah (present), karena bagi mereka waktu hari ini adalah  pemberian sekaligus sebuah kejutan dari Sang Mahakuasa waktu. Ketika bungkusnya masih rapi tertutup, maka mereka harus mencoba untuk membuka bungkus dari hadiah tersebut dengan berjuang, berpikir, bergerak, dan melakukan semua hal yang terbaik.
Dalam Al-Waqtu fii Hayat Al-Muslim (Waktu dalam kehidupan Muslim) Dr. Yusuf Qar-dhawi menulis tiga karakter waktu. Pertama, berlalunya waktu sangat cepat. Oleh Karena itu, seorang muslim perlu menata aktifitas dengan amal sholeh. Kedua, waktu Visi Media.
tidak akan pernah kembali, ia hanya akan menjadi dua kemungkinan: menjadi kenangan indah atau menjadi sebuah penyesalan. Ketiga, waktu adalah milik manusia yang amat bernilai. Merugilah orang yang melewatinya tanpa amal sholeh.
Sejatinya, hak waktu yang kita miliki terbagi menjadi waktu untuk Allah dan waktu untuk diri-sendiri. Dalam konteks ibadah kita kepada Allah, diantara dua hak waktu ini terdapat pula penghubung diantara, yaitu  waktu untuk orang lain. Jika sulit menghadirkan bayangan ‘orang lain’ dalam tulisan ini, mari hadirkan bayangan orang-orang terdekat kita: Ibu, Ayah, Kakak, Adik, Sahabat-sahabat terbaik kita, orang-orang yang sangat dekat dengan kita.
Dalam perspektif penulis, relasi waktu dalam kaitannya dengan hak untuk orang terdekat, telah dirangkum dalam lima tulisan Anis Matta (2008): Indahnya Memberi, Seni Memperhatikan, Semangat Penumbuhan, Merawat dengan Kebajikan, Melindungi dengan Keberanian, dan Aura Kehidupan. Dalam lima tulisan ini, ia menjelaskan peran dan eksistensi diri kita dalam kehidupan orang-orang terdekat.
Indahnya Memberi. Untuk orang-orang terdekat, memberi menurutnya menjadi bagian dari pekerjaan kita.   Yaitu memberi apa saja yang diperlukan oleh orang-orang terdekat untuk tumbuh menjadi lebih baik dan berbahagia karena pemberian kita. Keberadaan kita dapat menjadi air dan matahari bagi mereka. Dengan ini, orang-orang terdekat dapat tumbuh dan berkembang dengan siraman air kita, mereka besar dan berbuah dari sinar cahaya kita.
Seni Memperhatikan. Pemberian pertama kita pada orang-orang terdekat atas
waktu kita, menurutnya adalah perhatian. Perhatian ini lahir dari hati kita, dari keinginan yang tulus memberikan apa saja yang diperlukan orang lain menjadi lebih baik dan berbahagia karenanya. Untuk melakukan pemberian jiwa ini, maka orang-orang yang berhasil memberi  perhatian hanya mereka yang mampu keluar dari dalam dirinya dan terbebas secara psikologis, independen secara emosional, dan tidak menuntut banyak perhatian orang lain.
Semangat Penumbuhan. Menurutnya, inilah yang dapat menjelaskan mengapa kehadiran kita atau orang lain dapat merubah kehidupan orang-orang terdekat menjadi lebih bernilai, lebih bermakna. Penumbuhan ini berarti melakukan tindakan-tindakan nyata agar orang lain dapat bertumbuh dan berkembang menjadi lebih baik. Kehadiran kita dapat menginspirasi orang lain meraih kehidupan yang paling bermutu yang dapat ia raih berdasarkan keseluruhan potensi yang ia miliki.
Merawat dengan Kebajikan. Hubungan  yang mendalam dengan orang-orang terdekat  menurutnya, hanya berkesinambungan ketika mengalami perbaikan terus-menerus. Sehingga diri kita dan orang-orang terdekat dapat terus bertumbuh dengan baik. Tetapi pertumbuhan ini tidak akan jadi permanen tanpa perawatan yang permanen pula. Oleh karena itu, pertumbuhan yang dilakukan dengan memfasilitasi proses pembelajaran, perlu penyempurnaan berupa perawatan dengan sentuhan kebajikan pada orang-orang terdekat. Sehingga, jika pertumbuhan mampu memberikan dinamisasi kehidupan, maka perawatan akan mampu memberi kekuatan psikologis pada orang-orang terdekat dalam menjalani dinamika pertumbuhan tersebut.
Melindungi dengan Keberanian. Hak yang satu ini membuat orang-orang terdekat merasa aman di dekat kita. Tidak hanya secara fisik tapi juga psikologis, moral, bahkan finansial. Saat kita sudah melakukan pekerjaan memberi, menjadi pemerhati serius bagi orang-orang terdekat,  melakukan kerja-kerja penumbuhan, merawat dengan kebajikan, maka penyempurnanya yaitu dengan dengan melindunginya: melindungi jiwanya, melindungi raganya, melindungi masa depannya.
Aura Kehidupan. Dengan empat hal diatas, yang tindakan utamanya adalah memberi, memperhatikan, menumbuhkan, dan melindungi orang-orang terdekat maka tanggungjawab besar atas eksistensi kita selanjutnya adalah menciptakan kehidupan yang lebih baik. Dengan ini, dengan aura kehidupan yang kita miliki, orang-orang terdekat dapat merasakan denyut nadi kehidupan, merasakan hamparan indah kehidupan, merasakan alasan tentang mengapa mereka hidup dan melanjutkan hidup, merasakan alasan untuk bertumbuh demi merakit pemaknaan tiada henti terhadap kehidupan. Ya!   Intinya membuat orang-orang di sekeliling merasakan sensasi dan pemaknaan atas hidup.
Sampai disini, bersama dengan paparan-paparan diatas, penulis hanya ingin menemani dan mengantarkan pembaca Selembar Madani pada sebuah renungan sederhana: Bahwa dalam waktu-waktu yang kita miliki, dalam setiap kesempatan yang kita punyai,  sudahkah kita mempertemukan pesona kita dan pesona orang-orang terdekat untuk  menjadikannya sebuah pesona kehidupan? Dalam bahasa yang lain—adaptasi bahasa Iqbal Sang Filosof dunia: sudahkah nafas kita meniup  kuncup orang-orang terdekat menjadi bunga?
Dan mengakhirinya dengan sebuah doa.  Semoga kita semua menjadi orang-orang yang beruntung: orang-orang yang dengan amal terbaiknya, menggunakan waktu dan kesempatannya untuk menciptakan pesona kehidupan yang lebih baik.
Seorang hamba tidak akan berpindah tempatnya sebelum ditanya empat perkara; tentang umurnya dengan apa dilalui, tentang ilmunya apa yang telah dilakukannya, tentang hartanya darimana ia dapat dan kemana ia nafkahkan dan tentang fisik-nya bagaimana ia gunakan (HR. Turmudzi)
MUHAMMAD ALFIKRI
JAKARTA, 16DESEMBER 2012

PEMIMPIN YANG DI RINDUKAN


Umar bin al-Khaththab radhiyallahu ‘anhu ingin mengetahui sendiri kondisi para gubernurnya di saat memimpin suatu daerah. Maka, beliau bertanya kepada rakyat mengenai para gubernur dan kelayakan mereka dalam menetapkan hukum. Suatu hari beliau datang ke Himsha. Saat itu Sa’id bin Amir al-Jamhi radhiyallahu ‘anhu yang menjadi gubernur daerah Himsha.
Umar mengumpulkan penduduk Himsha dan bertanya kepada mereka, “Wahai penduduk Himsha! Bagaimana penilaian kalian terhadap gubernur kalian, Said?” Mereka menjawab, “Kami mengeluhkan darinya empat hal: dia tidak keluar untuk mengurusi kami sebelum siang hingga matahari telah meninggi, dia tidak melayani seorang pun dari penduduk di malam hari, dalam satu bulan ada satu hari dia tidak keluar mengurusi kami, dia sering terkena pingsan, sehingga dia antara hidup dan mati.” Mendengar pernyataan masyarakat Himsha Umar radhiyallahu ‘anhu mempertemukan Sa’id radhiyallahu ‘anhu dengan mereka untuk mengklarifikasi berita tersebut.
Umar bergumam, “Ya Allah! Janganlah engkau mengubah penilaianku terhadap dirinya lantaran apa yang mereka keluhkan darinya pada hari ini.” Umar lalu mempersilahkan gubernurnya itu menanggapi isu tersebut. Sa’id mengatakan, “Mengenai saya tidak keluar hingga matahari siang telah meninggi, karena keluargaku tidak mempunyai pembantu. Maka, saya sendiri yang membuat adonan roti, kemudian saya menunggu hingga adonan itu meragi, barulah setelah membuat roti saya keluar. Kemudian saya berwudhu mengurusi penduduk.
Adapun saya tidak melayani seorang pun di antara penduduk di malam hari, karena saya telah menjadikan waktu siang saya untuk mereka dan saya menjadikan waktu malam saya untuk Allah Subhanahu wa Ta’ala. Mengenai satu hari dalam sebulan saya tidak keluar untuk mengurusi seorang pun, karena saya tidak mempunyai pembantu untuk mencucikan baju saya, dan saya tidak mempunyai pakaian ganti yang bisa saya pakai sampai pakaiannya kering, kemudian saya memakainya dan saya keluar mengurusi mereka di penghujung siang.
Sedangkan pingsan yang menjadikan diriku antara hidup dan mati sebabnya ialah sesuatu yang menyakitkan, yaitu saya menyaksikan kematian Khubaib bin Adi al-Anshari radhiyallahu ‘anhu. Sungguh, orang Quraisy telah memotong-motong dagingnya kemudian mereka membawanya ke atas batang pohon untuk memberikan siksaan yang melampaui batas dan membuatnya pedih agar dia mengufuri Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Mereka berakta kepadanya, ‘Apakah engkau senang bia kami jadikan Muhammad yang kamu tunduk pada agamanya berada pada posisimu sekarang’ Dia pun menolak dengan berkata, ‘Demi Allah, saya tidak senang hidup di tengah-tengah keluargaku sementara Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam jarinya tertusuk duri dan menyakitinya.’ Lantas saya ingat hari itu dan panggilan itu. Saya tidak membela Khubaib radhiyallahu ‘anhu padahal dia dalam kondisi yang buruk karena ketika itu saya masih musyrik, saya belum beriman kepada Allah Yang Maha Agung dan tidak beriman kepada Nabi-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam yang mulia. Saya tidak ingat itu kecuali saya beranggapan bahwa Allah Subhanahu wa Ta’ala tidak akan mengampuniku karena dosa untuk selamanya. Maka dari itu, saya mengalami guncangan kemudian pingsan.” Lalu Umar radhiyallahu ‘anhu berkata, “Segala puji bagi Allah yang tidak mengubah penilaianku terhadap dirimu.”
jakarta,2 mei 2013
muhammad alfikri

ORBIT KEBERKAHAN


Keberkahan yang dikukuhkan Allah dalam ayat-Nya, “Maha Suci Allah, yang telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari Al-Masjidil Haram ke Al-Masjidil Aqsha yang telah Kami berkahi sekelilingnya agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian dari tanda-tanda (kebesaran) Kami.” (Al-Isra’: 01)
Ibnu Jarir ath-Thabary menafsirkan keberkahan di atas dengan “negeri yang dikelilingi keberkahan bagi penduduknya, dalam aktifitas kehidupan, makanan serta tanaman-tanaman mereka”. Sementara Ibnu Katsir setelah menjelaskan letak Al-Masjid Al-Aqsha, beliau menafsirkan keberkahan meliputi buah-buahan dan tanam-tanaman yang ada di dalamnya.
Hadits dan Astar keberkahan negeri sekitar Masjidil Aqsha ini cukup banyak, di antaranya yang diriwayatkan oleh Abu al-Hasan ar-Rab’iy dalam Buku “Fadha’il Asy-Syam wa Dimasyqa” [h. 37] mengabadikan perkataan Abu Sallam al-Habsyi, “Sampai kepadaku [kabar] bahwa keberkahan di dalamnya dilipatgandakan”. Rasulullah Saw pernah berdo’a untuk negeri Syam, “Ya Allah berkahilah negeri Syam, berkalihah negeri Yaman” (HR. Bukhari, Tirmidzi dan Ibnu ‘Asakir). Nabi juga menerima isyarat lewat mimpinya bahwa negeri ini akan ditimpa fitnah sebagaimana fitnah tersebar di mana-mana tetapi iman akan tetap bercokol di dalamnya (lihat hadits riwayat Abdullah bin Amr bin Ash. HR Hakim dalam Mustadrak, Abu Nu’aim dalam al-Hilyah, juga Ibnu Asakir, al-Baihaqi dan Thabrani)*.
Secara fisik, keberuntungan yang disebut al-Quran serta beberapa hadits dan atsar di atas serta masih banyak lagi sebagai “keberkahan” yang diturunkan Allah di sekitar Masjid al-Aqsha tentu sulit dicapai. Salah satu caranya adalah dengan menjadi penduduk Syam, tinggal di sana atau beraktivitas di sana atau setidaknya berkunjung ke sana.
Namun, bisa jadi keberadaan fisik ini malah menimbulkan sesuatu yang kontra, karena tak sedikit orang-orang yang ada di sana, justru menjadi sumber berkurangnya keberkahan fisik. Karena perlakuan-perlakuan zhalim, sikap-sikap yang berlawanan dengan keterangan Allah dan Rasul-Nya. Terjadi penindasan, perlakuan dehumanisasi para penduduknya, kekerasan yang ditimbulkan dan sebagainya membuktikan bahwa keberkahan yang diturunkan Allah di sekitar masjid ini tak bisa dinikmati –bahkan- oleh orang yang berada secara fisik di dekatnya. Karena tafsiran “alladzî baraknâ haulahû” ternyata tidak serta merta berbentuk fisik yang berarti batas teritorial tertentu.
Para ulama dan pakar sejarah dari kalangan umat Islam telah banyak yang memformulasikan dan mendefinisikan secara geografis makna wilayah keberkahan di atas dengan Negeri Syam dengan sandaran-sandaran dalil hadits dan atsar. Pembicaraan tentang itu mungkin tidak dibahas dalam tulisan kali ini.
Penulis mencoba membuka makna keberkahan non geografis yang mungkin bisa dicapai oleh orang-orang yang berada jauh secara fisik dari Masjid al-Aqsha. Oleh beberapa ulama, terutama al-Maqdisiyyin (yang bermukim di kota al-Quds) menafsirkannya dengan berbagai upaya dan usaha untuk menjaga Masjid al-Aqsha sebagai bentuk usaha mencapai keberkahan Allah.
Artinya, pikiran, tulisan, aktivitas, harta benda dan segala yang ada; jika diarahkan untuk menjaga Masjid al-Aqsha, bukan tidak mungkin justru keberkahan Allah yang menghampiri kita. Apalagi saat ini Masjid al-Aqsha terancam secara fisik. Masjid ketiga yang disarankan Nabi Muhammad SAW untuk dikunjungi ini rawan dihancurkan, wilayah fisiknya didistorsis dengan penyelewengan fakta sejarah, penduduk-penduduk aslinya diusir dan dipenjara, pelan namun pasti tanah-tanah yang ada di sekitarnya diduduki dengan paksa dan ilegal, sementara dunia Internasional menutup mata. Jika pun ada simpati baru sekedar melalui pernyataan dan kecaman saja. Padahal secara sah, wilayah al-Quds merupakan wilayah netral yang tidak diberikan kepada pihal Israel maupun otoritas Palestina. Namun, pada kenyataannya wilayah yang hanya 0,5 % dari keseluruhan wilayah Palestina ini dikooptasi oleh Israel.
Jika demikian keterpanggilan kita pada permasalahan Masjid al-Aqsha akan menarik kita dalam orbit keberkahan. Jika dua puluh dua negara yang berada dalam wilayah Asia Pasifik pada sensus 2011 berpenduduk 2,199,850,085, kira-kira berapa persen dari umat Islam yang terpanggil oleh orbit keberkahan di atas. Jika menggunakan pendekatan yang lebih humanis maka pemutarbalikan fakta dan penghancuran situs yang dilindungi dan disucikan termasuk di dalamnya pembersihan etnis, adalah musuh kemanusiaan. Maka menjadi kewajiban setiap kita untuk mengkampanyekan pembebasan Palestina. Jika dengan pendekatan ideologis, maka sangat wajar pusaran orbit keberkahan bisa dijadikan salah satu bahan persuasif. Jika melalui pendekatan kemanusiaan, maka tindakan kekerasan, pengusiran termasuk ancaman langsung terhadap al-Quds dan penduduknya bisa dijadikan alat pemersatu untuk mengakhiri penjajahan dan pendudukan.
Nada sumbang yang disosialisasikan adalah kekhawatiran pihak “non muslim” jika Umat Islam kembali ke Palestina. Padahal sejarah menuturkan bahwa masyarakat heterogen pernah dan selalu hidup berdampingan di sekitar Bait al-Maqdis secara damai dan bersahabat di bawah pemerintahan Umar bin al-Khattab dan Shalahuddin al-Ayyubi. Meski pula sejarah mencatat selalu ada pertempuran sengit antara kebenaran dan kebatilan, nafsu serakah dan kejernihan, kezhaliman dan ketertindasan,
Jika Israel mengerahkan para pakar Yahudi di berbagai negara dengan berbagai latar belakang bahasa dan kepakaran untuk mencapai ambisinya menjadikan al-Quds (Jerussalem) sebagai ibukota Israel Raya, maka seharusnya Umat Islam mampu menjadikan Bait al-Maqdis sebagai magnet yang menarik seluruh bangsa dan kaum Muslim untuk berada dalam orbit keberkahan, melindungi Masjid al-Aqsha. Sekaligus lebih lantang lagi menyedot perhatian dan pembelaan masyarakat internasional bahwa tindakan ilegal pendudukan, pengusiran, penawanan dan berbagai aktivitas brutal lainnya terutama untuk wilayah al-Quds dan penduduknya, harus segera dihentikan dan para pelakunya dihukum dengan setimpal.
Hadirkan orbit-orbit keberkahan di rumah-rumah kita, kantor-kantor kita, kampus-kampus kita, sekolah-sekolah kita, surau-surau dan masjid kita, majelis-majelis taklim kita, sosial media kita, media masa elektronik dan cetak. Bahkan anggota badan kita, mata, telinga, mulut dan indera-indera lainnya memungkingkan untuk mendapatkan sentuhan keberkahan tersebut. Maka, dalam munajat dan alunan-alunan doa sudah semestinya tak terlewatkan untuk permohonan pembebasan Masjid al-Aqsha, orbit keberkahan yang dinantikan oleh banyak orang.

Dr. Saiful Bahri, M.A

(Ketua Asia Pacific Community for Palestine

Khalifah Umar Bin Abdul Aziz


Keluarga Umar bin Abdul Aziz
Amirul Mukminin Umar bin Abdul Aziz, ya begitulah rakyatnya memanggilnya. Seorang pemimpin yang saleh, kharimastik, bijaksana, dan dekat dengan rakyatnya. Sosoknya yang begitu melegenda tentu membuat hati penasaran untuk mengenalnya. Peristiwa-peristiwa pada pemerintahannya menimbulkan rasa cinta untuk meneladaninya. Berikut ini bersama kita simak biografi singkat dari sang khalifah yang mulia.
Ia adalah Umar bin Abdul Aziz bin Marwan bin Al-Hakam bin Abu Al-Ash bin Umayyah bin Abd Syams bin Manaf, seorang imam dalam permasalahan agama dan dunia, penghafal hadis nawabi, mujtahid, laki-laki yang zuhud, pula ahli ibadah, sosok yang benar-benar layak digelari pemimpin orang-orang yang beriman. Ia dikenal juga dengan Abu Hafs, nasabnya Al-Qurasyi Al-Umawi.
Ayahnya adalah Abdul Aziz bin Marwan, salah seorang dari gubernur Klan Umayah. Ia seorang yang pemberani lagi suka berderma. Ia menikah dengan seorang wanita salehah dari kalangan Quraisy lainnya, wanita itu merupakan keturunan Umar bin Khattab, dialah Ummua Ashim binti Ashim bin Umar bin Khattab, dialah ibu Umar bin Abdul Aziz. Abdul Aziz merupakan laki-laki yang saleh yang baik pemahamannya terhadap agama. Ia merupakan murid dari sahabat senior Abu Hurairah.
Ibunya Ummu Ashim, Laila binti Ashim bin Umar bin Khattab. Bapaknya Laila merupakan anak Umar bin Khattab, ia sering menyampaikan hadis nabi dari Umar. Ia adalah laki-laki dengan perawakan tegap dan jangkung, satu dari sekian laki-laki mulia di zaman tabi’in. Ada kisah menarik mengenai kisah pernikahannya, kisah ini cukup penting untuk diketengahkan karena dampak kejadian ini membekas kepada keturunannya, yakni Umar bin Abdul Aziz.
Cerita ini dikisahkan oleh Abdullah bin Zubair bin Aslam dari ayahnya dari kakeknya yang bernama Aslam. Ia menuturkan, “Suatu malam aku sedang menemani Umar bin Khattab berpatroli di Madinah. Ketika beliau merasa lelah, ketika beliau merasa lelah, beliau bersandar ke dinding di tengah malam, beliau mendengar seorang wanita berkata kepada putrinya, ‘Wahai putriku, campurlah susu itu dengan air.’ Maka putrinya menjawab, ‘Wahai ibunda, apakah engkau tidak mendengar maklumat Amirul Mukminin hari ini?’ Ibunya bertanya, ‘Wahai putriku, apa maklumatnya?’ Putrinya menjawab, ‘Dia memerintahkan petugas untuk mengumumkan, hendaknya susu tidak dicampur dengan air.’ Ibunya berkata, ‘Putriku, lakukan saja, campur susu itu dengan air, kita di tempat yang tidak dilihat oleh Umar dan petugas Umar.’ Maka gadis itu menjawab, ‘Ibu, tidak patut bagiku menaatinya di depan khalayak demikian juga menyelesihinya walaupun di belakang mereka.’ Sementara Umar mendengar semua perbincangan tersebut. Maka dia berkata, ‘Aslam, tandai pintu rumah tersebut dan kenalilah tempat ini.’ Lalu Umar bergegas melanjutkan patrolinya.
Di pagi hari Umar berkata, ‘Aslam, pergilah ke tempat itu, cari tahu siapa wanita yang berkata demikian dan kepada siapa dia mengatakan hal itu. Apakah keduanya mempunyai suami?’ Aku pun berangkat ke tempat itu, ternyata ia adalah seorang gadis yang belum bersuami dan lawan bicaranya adalah ibunya yang juga tidak bersuami. Aku pun pulang dan mengabarkan kepada Umar. Setelah itu, Umar langsung memanggil putra-putranya dan mengumpulkan mereka, Umar berkata, ‘Adakah di antara kalian yang ingin menikah?’ Ashim menjawab, ‘Ayah, aku belum beristri, nikahkanlah aku.’ Maka Umar meminang gadis itu dan menikahkannya dengan Ashim. Dari pernikahan ini lahir seorang putri yang di kemudian hari menjadi ibu bagi Umar bin Abdul Aziz.”
Diriwayatkan bahwa pada suatu malam Umar bin Khattab bermimpi, dia berkata, “Seandainya mimpiku ini termasuk tanda salah seorang dari keturunanku yang akan memenuhinya dengan keadilan (setelah sebelumnya) dipenuhi dengan kezaliman. Abdullah bin Umar mengatakan, “Sesungguhnya keluarga Al-Khattab mengira bahwa Bilal bin Abdullah yang mempunyai tanda di wajahnya.” Mereka mengira bahwa dialah orang yang dimaksud, hingga Allah kemudian menghadirkan Umar bin Abdul Aziz.
Kelahiran dan Wafatnya
Ahli sejarah berpendapat bahwa kelahiran Umar bin Abdul Aziz terjadi di tahun 61 H. Ia dilahirkan di Kota Madinah An-Nabawiyah, pada masa pemerintahan Yazid bin Muawiyah. Umar bin Abdul Aziz tidak memiliki usia yang panjang, ia wafat pada usia 40 tahun, usia yang masih relatif muda dan masih dikategorikan usia produktif. Namun, di balik usia yang singkat tersebut, ia telah berbuat banyak untuk peradaban manusia dan Islam secara khusus.
Ia dijuluki Asyaj Bani Umayah (yang terluka di wajahnya) sebagaimana mimpi Umar bin Khattab.
Saudara-Saudara Umar bin Abdul Aziz
Abdul Aziz bin Marwan (bapak Umar), mempunyai sepuluh orang anak. Mereka adalah Umar, Abu Bakar, Muhammad, dan Ashim. Ibu mereka adalah Laila binti Ashim bin Umar bin Kahttab. Abdul Aziz mempunyai enam anak dari selain Laila, yaitu Al-Ashbagh, Sahal, Suhail, Ummu Al-Hakam, Zabban dan Ummul Banin. Ashim (saudara Umar) inilah yang kemudian menjadi kunyah ibunya (Laila Ummu Ashim).
Anak-Anak Umar bin Abdul Aziz
Umar bin Abdul Aziz mempunyai empat belas anak laki-laki, di antara mereka adalah Abdul Malik, Abdul Aziz, Abdullah, Ibrahim, Ishaq, Ya’qub, Bakar, Al-Walid, Musa, Ashim, Yazid, Zaban, Abdullah, serta tiga anak perempuan, Aminah, Ummu Ammar dan Ummu Abdillah.
Pada saat Umar bin Abdul Aziz wafat, ia tidak meninggalkan harta untuk anak-anaknya kecuali sedikit. Setiap anak laki-laki hanya mendapatkan jatah 19 dirham saja, sementara satu anak dari Hisyam bin Abdul Malik (khalifah Bani Umayah lainnya) mendapatkan warisan dari bapaknya sebesar satu juta dirham. Namun beberapa tahun setelah itu salah seorang anak Umar bi Abdul Aziz mampu menyiapkan seratus ekor kuda lengkap dengan perlengkapannya dalam rangka jihad di jalan Allah, pada saat yang sama salah seorang anak Hisyam menerima sedekah dari masyarakat.
Istri-Istrinya
Istri pertamanya adalah wanita yang salehah dari kalangan kerajaan Bani Umayah, ia merupakan putri dari Khalifah Abdul Malik bin Marwan yaitu Fatimah binti Abdul Malik. Ia memiliki nasab yang mulia; putri khalifah, kakeknya juga khalifah, saudara perempuan dari para khalifah, dan istri dari khalifah yang mulia Umar bin Abdul Aziz, namun hidupnya sederhana.
Istrinya yang lain adalah Lamis binti Ali, Ummu Utsman bin Syu’aib, dan Ummu Walad.
Ciri-Ciri Fisik Umar bin Abdul Aziz
Umar bin Abdul Aziz berkulit cokelat, berwajah lembut dan tampan, berperawakan ramping, berjanggut rapi, bermata cekung, dan di keningnya terdapat bekas luka akibat sepakan kaki kuda. Ada pula yang mengatakan, ia berkulit putih, berwajah lembut dan tampan, berperawakan ramping dan berjenggot rapi.
Sumber: Perjalanan Khalifah Yang Agung Umar bin Abdul Aziz, DR. Ali Muhammad Ash-Shallabi
Inilah keadaan Umar bin Abdul Aziz ditinjau dari lingkungan domestiknya. Ia tumbuh di lingkungan salehah dan berdarah biru. Namun bagaimanakan ia menjalankan hidupnya ketika dewasa? Bagaimana Ibadah dan muamalahnya? InsyaAllah akan kita simak di kisah selanjutnya.

DAHSYATNYA IMAN



Abdullah bin Hudzafah radhiyallahu ‘anhu adalah salah seorang panglima kaum muslimin yang ikut serta dalam pembebasan negeri Syam. Dia diserahi misi penting untuk memerangi penduduk Kaisariah, sebuah kota benteng di wilayah Palestina, tepatnya di tepi Laut Tengah. Namun AllahSubhanahu wa Ta’ala menakdirkan Abdullah bin Hudzafah radhiyallahu ‘anhu gagal dalam salah satu pertempuran, sehingga akhirnya ia ditangkap oleh tentara Romawi.
Heraklius merasa berkesempatan untuk menyakiti dan menyiksa kaum muslimin. Lalu ia mendatangkan Abdullah bin Hudzafah radhiyallahu ‘anhu ke hadapannya. Ia ingin menguji seberapa kuat agamanya dan ingin menjauhkannya dari Islam. Heraklius memulai dengan memberikan bujukan dan penawaran. Ia menawarkan kepada Abdullah radhiyallahu ‘anhu beberapa tawaran yang menggiurkan.
Heraklius berkata kepadanya, “Masuklah ke dalam agama Nasrani, maka engkau akan mendapatkan harta yang engkau inginkan.” Ibnu Hudzafah radhiyallahu ‘anhu menolak tawaran ini. Kemudian Heraklius menambahkan, “Masuklah ke dalam agama Nasrani, maka saya akan menikahkanmu dengan putriku.” Ibnu Hudzafah radhiyallahu ‘anhu juga menolak tawaran kedua. Lantas Heraklius berkata lagi, “Masuklah ke dalam agama Nasrani, maka saya akan merekrutmu menjadi orang penting dalam kerajaanku.” Ibnu Hudzafah radhiyallahu ‘anhu pun menolak tawaran ketiga ini.
Heraklius menyadari bahwa ia tengah berhadapan dengan bukan sembarang lelaki. Maka ia pun memberikan penawaran keempat. Ia berkata kepadanya, “Masuklah ke dalam agama Nasrani, maka saya akan memberikan kepadamu separuh dari kerajaanku dan separuh hartaku.” Lantas Ibnu Hudzafah radhiyallahu ‘anhu memberikan jawaban yang tegas dan mematikan, “Meskipun kamu memberikan kepadaku semua harta yang kamu miliki dan semua harta yang dimiliki oleh orang Arab, saya tidak akan kembali meninggalkan agama Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam meskipun hanya sekejap mata.”
Setelah Heraklius gagal dalam memberikan penawaran dan bujukan, maka ia menekan Ibnu Hudzafahradhiyallahu ‘anhu dengan cara memaksa, menyiksa, mengintimidasi, dan mengancamnya. Maka, Heraklius berkata kepadanya, “Kalau demikian, saya akan membunuhmu?” Heraklius tidak menyadari bahwa orang yang tidak tergiur dengan tawaran dan bujukan, tentunya juga tidak akan menyerah menghadapi paksaan dan siksaan. Orang yang menginjak dunia dengan kedua kakinya, tidak akan kikir untuk menyerahkan nyawa untuk menebus agamanya. Ia berkata kepada Heraklius, “Silakan kamu melakukan hal itu.”
Kemudian Ibnu Hudzafah radhiyallahu ‘anhu dijebloskan ke dalam penjara dan tidak diberi makan dan minum selama tiga hari. Setelah itu ia disuguhi arak dan daging babi agar ia memakannya. Akan tetapi, Ibnu Hudzafah radhiyallahu ‘anhu menolak mencicipinya. Akhirnya sampai berhari-hari ia tidak menyentuh makanan dan minuman sehingga ia hampir mati. Kemudian Heraklius mengeluarkannya dan bertanya kepadanya, “Apa yang membuatmu enggan minum arak dan makan daging babi padahal engkau dalam kondisi terpaksa dan kelaparan?” Ia menjawab, “Ketahuilah! Kondisi darurat memang telah menjadikan hal tersebut halal bagi saya dan tidak ada keharaman bagi saya memakannya. Akan tetapi, saya lebih memilih untuk tidak memakannya, sehingga saya tidak memberikan kesempatan kepadamu untuk bersorak melihat kemalangan Islam.”
Kemudian Heraklius memerintahkan kepada anak buahnya agar mereka menyalib Ibnu Hudzafahradhiyallahu ‘anhu dan mengikatnya pada kayu. Para pemanah siap-siap melesakkan anak panah dari posisi yang dekat darinya. Ia pun tetap bertahan. Heraklius masih menawarkan agar ia memeluk agama Nasrani, tetapi ia tetap menolak. Kemudian ia diturunkan. Heraklius memerintahkan agar disiapkan air di dalam kuali besar dan dinyalakan api di bawahnya. Ketika air di dalam kuali telah mendidih, didatangkanlah seorang tawanan muslim, lalu ia diceburkan ke dalamnya, maka dagingnya pun meleleh sehingga tinggal tulang kerangka. Kemudian tawanan muslim yang kedua diceburkan di dalamnya sedangkan Ibnu Hudzafah radhiyallahu ‘anhu melihatnya.
Kemudian Heraklius memerintahkan agar Ibnu Hudzafah radhiyallahu ‘anhu dilemparkan ke dalam air mendidih. Ketika mereka memegang Ibnu Hudzafah radhiyallahu ‘anhu untuk dilemparkan ke dalam air mendidih, maka ia menangis. Lantas dilaporkan kepada Heraklius bahwa Ibnu Hudzafah radhiyallahu ‘anhu menangis. Heraklius mengira bahwa Ibnu Hudzafah radhiyallahu ‘anhu menangis karena ia takut mati serta menunjukkan bahwa ia mundur dari posisinya dan membatalkan ketetapan hatinya dan ia akan mengabulkan keinginan Heraklius. Lantas Heraklius memanggilnya dan memberi tawaran kepadanya agar ia memeluk agama Nasrani. Ia pun tetap menolaknya. Lalu Heraklus bertanya kepadanya, “Kalau demikian mengapa engkau menangis?” Lalu ia memberikan jawaban yang menakjubkan, benar-benar melemahkan, dan menetapkan kegagalan dan kekalahan Heraklius, “Saya menangis karena saya hanya memiliki jiwa sebanyak rambut saya, pastilah saya korbankan untuk menebus agamaku. Sehingga, semuanya mati di jalan Allah.” Akhirnya Heraklius mengakui kekalahannya di hadapan Ibnu Hudzafah radhiyallahu ‘anhu. Kekalahannya yaitu bahwa ia memiliki harta, pangkat, kekuatan, dan dunia berhadapan dengan seseorang muslim yang tidak bersenjata dan tidak menyandang apa-apa. Lantas ia memberikan tawaran terakhir sebagai bentuk kekalahan.
Demi menjaga martabatnya, Heraklius berkata, “Hai Ibnu Hudzafah! Maukah kamu mengecup kepalaku? Saya akan membebaskanmu dan melepaskanmu?” Ibnu Hudzafah radhiyallahu ‘anhumenjawab, “Baiklah, dengan syarat engkau harus melepaskan semua tawanan kaum muslimin yang berada di dalam penjara kalian saat itu ada lebih dari 300 tawanan.” Lantas Umar radhiyallahu ‘anhuberdiri menghampiri Ibnu Hudzafah radhiyallahu ‘anhu dan mengecup kepalanya, lalu para sahabat lainnya mengikutinya.
jakarta,3 mei 2013
muhammad alfikri

PESONA WANITA



Bukan kali pertama sketsa politik dan kuasa melibatkan wanita. Pesona wanita sungguh berdaya magnet luar biasa. Ada orang yang sanggup melampaui godaan harta dan takhta, tetapi lumpuh menghadapi bujuk rayu wanita. Boleh jadi banyak pria mampu meretas berbagai masalah, tetapi tidak berkutik di bawah ketiak wanita.
Kecintaan kepada wanita memang merupakan fitrah manusia. “Dijadikan indah untuk manusia kecintaan pada segala yang diinginkan, yaitu wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak, dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia, dan di sisi Allah tempat kembali yang baik” (QS Ali Imran: 14).
Sejarah juga mencatat, wanita kerap digunakan sebagai umpan. Inilah yang dilakukan kaum kafir Makkah ketika hendak menghalangi dakwah Nabi Muhammad. Namun, manusia mulia itu tegas menolak seraya berkata, “Demi Allah, andaikan matahari diletakkan di tangan kananku dan bulan di tangan kiriku, niscaya aku tidak akan berhenti dari dakwah sampai Allah memenangkan agama ini di atas selainnya.”
Kendati begitu, tidak mudah berlepas diri dari pesona kaum Hawa. Itulah yang pernah dirasakan manusia sekaliber Nabi Yusuf. Semata karena pertolongan Allah, Nabi Yusuf dapat selamat dari rayuan Zulaikha, istri Raja Mesir itu. “Sungguh wanita itu telah menginginkan Yusuf, dan Yusuf juga menginginkan wanita itu, andaikata dia tidak melihat tanda dari Tuhannya. Demikianlah, Kami palingkan Yusuf dari kemungkaran dan kekejian. Sungguh Yusuf termasuk hamba-hamba Kami yang terpilih” (QS Yusuf: 24).
Bahkan, muasal teguran Allah kepada Nabi Dawud adalah karena menikahi Sabigh binti Syaigh, wanita pinangan Uria bin Hannan (QS Shad: 21-26). Tepatlah kenapa Nabi Muhammad mewanti-wanti kita agar senantiasa bersikap ekstrawaspada terhadap wanita. 
“Sungguh dunia itu manis dan menghijau. Dan sungguh Allah menjadikanmu sebagai khalifah di dalamnya. Maka Allah akan melihat apa yang kamu kerjakan. Maka takutlah kepada dunia dan wanita. Karena sungguh fitnah pertama yang menimpa Bani Israil adalah dalam hal wanita” (HR Muslim).
Dalam hadis lain juga dinyatakan secara tegas, “Tidak aku tinggalkan pada manusia godaan yang lebih dahsyat bahayanya bagi kaum pria kecuali godaan kaum wanita” (HR Tirmidzi). Dan fakta membuktikan, tidak sedikit orang besar terjatuh dalam kehinaan akibat tidak berdaya menghadapi wanita. Hasrat memiliki harta dan takhta belum dirasakan sempurna tanpa aroma wanita. Berhasil menggenggam ketiganya akan memunculkan kepuasaan tiada tara.
Lihatlah para penggenggam harta dan takhta. Mereka yang mulanya tampak arif dan setia pada keluarga, tiba-tiba terjerembab dalam perkara wanita. Karier yang moncer habis tiada sisa untuk ‘membeli’ wanita yang secara fisik menggoda dan mempesona. Karier Bill Clinton digoyang oleh kedekatannya dengan Monica Lewinsky. Direktur CIA Jendral Petraeus jatuh dari tampuk kuasa gara-gara terlibat perselingkuhan dengan Paula Broadwell, seorang penulis biografi.
Pengalaman negeri ini tidak jauh berbeda. Ironis. Tidak seharusnya wanita menjadi alat komoditi dan eksploitasi. Islam telah mendudukkan wanita dalam posisi yang sangat mulia. Martabatnya sebagai ibu bangsa. Pada pundak wanita, terletak masa depan tunas-tunas bangsa. Kisah perselingkuhan, gratifikasi, dan semacamnya yang melibatkan wanita jelas mencederai martabat ibu bangsa sekaligus bertentangan dengan Islam.
Tidak kalah penting, perlu adanya kesadaran dalam diri wanita. Kehendak menjadi ‘alat umpan’ kerap bermotif ingin meraup dunia tanpa bekerja. Saatnya wanita jangan menghinakan dirinya. Wanita adalah bunga dan perhiasan yang menjadi tempat berlabuh kebahagiaan keluarga. Itulah wanita shalihah. Yaitu wanita yang taat kepada Allah lagi memelihara diri ketika suaminya tidak berada di tempat (QS An-Nisa: 34).

PEREMPUAN PEREMPUAN PEMBUAT PERADABAN


Dari jauh terlihat seorang pemuda tertatih-tatih. Tampak keletihan di wajahnya menunjukkan jauhnya perjalanan yang ia tempuh. Dari daerah yang sekarang disebut Asy Syarqea, Mesir.  Kini, sampailah ia di Madyan, di tepi sebuah sumber air jernih.
Diperhatikannya ramai orang-orang sedang memberi minum ternak mereka.Tak jauh dari tempat itu dilihatnya dua orang perempuan sedang menahan ternak mereka. Dengan hati-hati ia dekati mereka berdua seraya bertanya dengan singkat, “Apa yang kalian perbuat di sini“. Mereka pun menjawab, “Kami baru bisa memberi minum ternak kami setelah para penggembala itu pergi, sedang bapak kami adalah seorang yang lanjut usia“.
Tanpa menunggu permintaan, naluri kemanusiaan pemuda ini mendorongnya untuk segera menolong keduanya. Setelah itu, tanpa menunggu ucapan terima kasih atau sekedar berbasa basi segera ia menyingkir menjauhi mereka dan menyandarkan punggungnya di bawah sebuah pohon seraya mengeluhkan keletihan dan kesulitan hidup kepada Tuhannya.
Tak berapa lama kemudian ia didatangi oleh salah satu dari dua perempuan tadi. Dengan malu-malu ia berkata, “Sesungguhnya bapakku mengundangmu sebagai balas budi atas pertolonganmu terhadap kami“. Kemudian ia pun berjalan mengikuti keduanya.
Namun siang itu angin sedang ‘bertingkah’. Akibat ulah angin tersebut sang pemuda itu beberapa kali agak salah tingkah berjalan di belakang kedua perempuan tersebut. Segera iaberkata: “Sebaiknya saya yang di depan. Kalian hanya perlu mengatakan lurus atau belok ke kanan dan ke kiri“.Keduanya pun setuju.
Kisah di atas diabadikan Allah dalam Al Qur’an pada surat Al Qashash: 22-26. Adapun pemuda tadi adalah Nabi Musa As. dan kedua gadis tersebut adalah dua orang putri Nabi Syu’aib As. (menurut sebagian ahli tafsir).Salah seorang diantara perempuan itu akhirnya meminta bapaknya untuk mempekerjakan Nabi Musa guna meringankan tugas mereka.
Dua sifat yang membuat sang bapak menyetujuinya yaitu kuat dan dapat dipercaya. Sang bapak bertanya, “Dari mana engkau tahu ia kuat dan dapat dipercaya?” Sang putri pun menjelaskan kuatnya sang pemuda ketika mengangkat batu besar dan membantu meminumkan ternak. Selain itu sepanjang perjalanan kesantunan sang pemuda terlihat jelas. Terutama ketika ia memutuskan untuk berjalan di depan mereka berdua untuk menjaga pandangannya. Ini menunjukkan bahwa ia dapat dipercaya.
*****
Di Madinah, suatu ketika ada seorang muslimah pergi ke toko perhiasan. Di tempat itu banyak orang yahudi berniaga dan bekerja sebagai tukang emas.Ia membawa perhiasan hendak dijual ke salah satu toko.
Ketika ia sedang duduk di depan toko sambil tawar-menawar, sekelompok yahudi datang mendekatinya. Lalu dimintanya sang muslimah untuk membuka kain penutup wajahnya. Permintaan itu jelas ditolaknya.
Seorang yahudi lainnya yang berada di belakang muslimah itu menyematkan ujung bajunya dengan sebuah duri pada bagian punggung bajunya.Ketika wanita itu bangun hendak berdiri, tampaklah auratnya. Mereka (orang-orang Yahudi itu) tertawa terbahak-bahak, sedangkan sang muslimah berteriak minta pertolongan.
Sekonyong-konyong datanglah seorang pemuda muslim memenuhi panggilan tersebut lalu menyerang dan terjadi perkelahian. Sang pengrajin emas tersebut terbunuh.Pemuda itu kemudian dikeroyok dan dihabisi oleh orang-orang Yahudi.Akibat peristiwa tersebut terjadi perkelahian antara pihak keluarga pemuda dan Yahudi Qainuqa’.
Menanggapi kejadian ini Rasul Saw.meminta kaum Yahudi untuk tidak mengganggu kaum Muslimin. Namun peringatan ini dibalas dengan cemoohan, “Hai Muhammad, janganlah engkau menepuk dada atas kemenannganmu melawan kaum yang tak becus berperang (yakni orang-orang Quraisy)!Kalau engkau berani cobalah lawan kami. Kami bukanlah kaum seperti mereka!“.
Rasulullah Saw. bersabar dan tetap menahan diri. Namun sikap ini justru dianggap sebagai tanda ketakutan.Perbuatan Yahudi itu jelas tidak bisa ditolelir lagi.
Selama 15 hari mereka dikepung.Sampai akhirnya Rasulullah memutuskan untuk mengusir mereka dari Madinah.Kaum muslimin kemudian benar-benar aman dan tentram, terhindar dari gangguan benalu peradaban tersebut.
*****
Di suatu fajar Khalifah Umar ra.berjalan-jalan di sudut-sudut kota. Tak sengaja ia mendengarkan sebuah perbincangan serius antara seorang gadis dengan ibunya. Sang ibu menyarankan kepada putrinya untuk mencampur susu dengan air tawar supaya mendapat keuntungan banyak.
Putrinya menjawab, “Amirul Mukminin melarangnya, wahai Ibuku!”.“Bukankah Amirul Mukminin tidak mengetahuinya?“, timpal sang ibu. Dengan tegas pula gadis itu berkata, “Tetapi Tuhan Amirul Mukminin mengetahuinya!“.
Umar tersenyum mendengar percakapan tersebut. Seusai shalat Shubuh ia segera meminta ‘Ashim (putranya) untuk menanyakan kondisi keluarga gadis tersebut yang tampaknya memerlukan bantuan. Sekembalinya dari sana, ‘Ashim diminta untuk kembali lagi. Kali ini bersama Umar.
Akhirnya putra Umar tersebut mempersunting gadis yang shalihah itu.Dari pernikahan berkah ini lahirlah seorang anak perempuan yang cantik, cerdas dan bertakwa, Ummu ‘Ashim. Ketika menginjak usia remaja Abdul Aziz bin Marwan saudara Khalifah Abdul Malik meminangnya. Ketika beliau menjadi wali Mesir, lahirlah putra pertama beliau, Umar bin Abdul Aziz Khamîs Khulafaurrasyidin (Khulafaurrasyidin yang kelima).
*****
Ketiga sampel di atas menunjukkan betapa berharga seorang perempuan.Ketika perempuan menghargai dan menghormati dirinya sendiri. Ketika sang muslimah menyadari ke’wanitaan’nya. Ketika sang perempuan mematuhi pesan-pesan wahyu.
Sebaliknya, bila suatu kaum meremehkan wanita niscaya Allah akan remehkan mereka dengan kehancuran. Jika suatu kaum berlebihan memuja perempuan niscaya Allah akan jatuhkan mereka dengan kebinasaan. Islam datang dengan sebuah norma moderat, merefleksikan ajaran proporsional, mengemban misi umat ini sebagai ummatan wasathan (umat yang moderat). (QS. Al Baqarah: 143).

TRIGGER


1 .Ada trigger negara (nation), musollini lah contohnya. Penanaman rasa sbagai sbuah bangsa besar yg mampu menaungi bangsa lain. Rasa dan citat-cita ini yg melahirkan fasisme. Menciptakan
sbuah negara italia yg kuat, memiliki militer hebar menaklukan dan menjajah bangsa lain di dunia Menjelang pecahnya Perang Dunia I pada tahun 1914, Italia telah mencaplok Eritrea danSomalia, dan merebut sebagian wilayah Kesultanan Utsmaniyah, termasuk Libya, meskipun kemudian pasukan Italia dikalahkan dalam usahanya untuk menaklukanEthiopia. Pemerintahan Fasis di bawah diktator Italia Benito Mussolini, yang berkuasa sejak tahun 1922, berniat menambah luas wilayah kekaisaran.Ethiopia kemudian berhasil direbut, empat dekade setelah kegagalan sebelumnya, dan luas Italia di Eropa meningkat."Kekaisaran Italia" yang resmi diproklamirkan pada tanggal 9 Mei 1936 menyusul penaklukan Ethiopia.[1] Italia memihak Jerman Nazi selama Perang Dunia II dan pada awalnya menikmati kesuksesan. Akan tetapi, pasukan Sekutu pada akhirnya merebut koloni-koloni Italia di seberang lautan dan Italia sendiri akhirnya diinvasi pada tahun 1942.Dengan demikian Kekaisaran Italia pun runtuh.
2 -Ada trigger ras, meyakini ras nya adalah ras unggulan dan pilihan. Hitler mengajak seluruh ras aria jerman utk meyakini bahwa ras mereka adalah ras unggulan. Ras mereka berbeda dgn ras manusia lain. Karena inilah mereka bebas menjajah dan mmperbudak ras lain. Jadilah sebuah imperium besar menguasai ras2 lain di dunia Tujuan Hitler adalah mendirikan Orde Baru hegemoni Jerman Nazi yang absolut di daratan Eropa. Sampai saat itu, kebijakan luar dan dalam negerinya bertujuan
3 -Ada trigger ideologi. Pengaruhnya jauh lebih besar dari trigger ras dan bangsa. Karena dia lintas kawasan dan ras. Semua disatukan dgn satu ideologi. Kekuasannya bisa meliputi separuh peta bumi. Marxisme contohnya dgn semua isme turunannya, sosialisme dan komunisme.kapitalisme  Menguasai sebagian besar negara2 asia, amerika latin, eropa timur dan sebagian afrika
4 -Ada trigger agama. Trigger ini lbh dahsyat dari trigger ideologi. Karena tdk hanya menyentuh logika akal manusia, tp menjadi sebuah keyakinan yg menghunjam dlm hati. Mmbuat manusia mau melakukan apapun atas nama agama. Atas nama agama terjadi penyerbuan besar2an kaum nasrani dgn perang salib. Memakan korban jiwa dan benda yg tdk terhitung banyaknya. Kekejaman panglima draccul yg haus darah, inkuisisi andalusia. Pembantaian di baitul maqdis oleh para kesatria templar, adalah sebagian gambaran penaklukan atas nama agama. Menyebarkan agama kpd seluruh bangsa dan ras dunia. Trigger ini lbh lama dan lbh luas, bisa sampai 3\4 dunia, dan bertahan sampai 2 milenium..
5-Trigger yahudi lbh dahsyat lagi. Mereka menggabungkan keempat trigger sebelumnya (negara, ras, idiologi dan agama). Mereka memimpikan sebuah tatanan dunia baru dalam satu pemerintahan (New World Order). Mereka mengklaim sebagai ras unggul, ras yg Tuhan lbhkan dari semua ras dunia. Mereka hanya menikah sesama mereka, sehingga ras mereka murni terjaga. Mereka juga pencipta berbagai ideologi yg luas pengaruhnya
Atas nama agama pula mereka menjajah sebuah bangsa. Mengusir bangsa palestina dari kampung halaman mereka. Berniat merobohkan masjid suci al aqsha dgn klaim sbagai kuil sulaiman yg slama ini mereka cari. Trigger ini berusia lbh dari 4000 tahun atau 4 millenium. Menguasai dan mengkontrol hampir sluruh bangsa dunia. Mengekspoitasi kekayaan berbagai bangsa, demi mewujudkan cita2 mereka...
Tersisa satu trigger lagi. Tentunya trigger ini yg paling dahsyat pengaruhnya. Trigger ini yg digunakan nabi Sulaiman dlm menguasai 4\4 dunia. Dzulqarnain yg kekuasaanya membentang dari bumi paling barat sampai bumi paling timur. Trigger ini pula yg menggerakan Nabi Muhammad Saw dan para sahabat sehingga menaungi sebagian besar kawasan dunia dgn keadilan pemerintahan. Bertahan lbh dari 7 abad lamanya
6 -Trigger yg dimaksudkan adalah trigger Tuhan. Sebuah penjabaran pesan dari wahyu Tuhan yg pertama turun kpd Kanjeng Nabi Muhammad Saw: "bacalah dgn Nama Tuhanmu". Membaca itu kunci ilmu sumber kemajuan. Namun kemajuan yg bermakna itu, ktk diusahakan dgn Nama Tuhan. Mmbaca bagian dari hidup manusia, mewakili smua prilaku dan tindakan. Tdk ada yg lbh dahsyat ktk semuanya digerakan dengan nama Tuhan, berkuasan dgn Nama Tuhan
Memimpin dgn nama Tuhan. Ketika smua itu dirasakan tdk ada lagi rasa diri besar. Pemimpinnya ktk dipuji dgn kejayaan akan mengatakan : haadzaa min fadhli Rabbii, smuanya adalah karunia dan amanah Tuhan. Trigger ini yg mmbuat seorang Amirul Mukminin Umar Ra, tertidur dgn tenang dan nyaman, dinaungi sepohon kurma beralaskan bumi, pdhl dia adalah seorang pemimpin imperium besar. Imperium yg menyudahi imperium persia.
Tersia satu trigger lagi. Tentunya trigger ini yg paling dahsyat pengaruhnya. Trigger ini yg digunakan nabi Sulaiman dlm menguasai 4\4 dunia. Dzulqarnain yg kekuasaanya membentang dari bumi paling barat sampai bumi paling timur. Trigger ini pula yg menggerakan Nabi Muhammad Saw dan para sahabat sehingga menaungi sebagian besar kawasan dunia dgn keadilan pemerintahan. Bertahan lbh dari 7 abad lamanya (cont)
Mari kita merenung ya ikhwan, apkah allah sudah di dalam hati kita , menjadikan ridho allah menjadi tujuan utama kita , terpikir ketika kita meninggalkan hp dari kantong ini , begitu resah ini , bagaikan hari mau kiamat , update status, tpi apakah allah slalu berada di dalm ahti ini ,sesering kita membawa hp , apakah allah selalu kita ingat , seingat kita meng update status , apakah kita cepat ketika allah memberikan panggilan , secepat kita menanggapi panggilan telepon dari si dia, wallahu a’lam
MUHAMMAD ALFIKRI
JAKARTA, 2 MEI 2013


GURU KEHIDUPAN


Ada murid dapat belajar hanya dari guru yang ber-SK, disuapi ilmu dan didikte habis-habisan. Ada yang cukup belajar dari katak yang melompat atau angin yang berhembus pelan lalu berubah menjadi badai yang memporakporandakan kota dan desa. Ada yang belajar dari apel yang jatuh disamping bulan yang menggantung di langit tanpa tangkai itu.Ada guru yang banyak berkata tanpa berbuat.Ada yang lebih pandai berbuat daripada berkata.Ada yang memadukan kata dan perbuatan.Yang istimewa diantara mereka, "bila melihatnya engkau langsung ingat Allah, ucapannya akan menambah amalmu dan amalnya membuatmu semakin cinta akhirat (khiyarukum man dzakkarakum billahi ru'yatuh wa zada fi'amalikum mantiquh wa raggahabakum fil akhirati 'amaluh)"
Yang tak dapat belajar dari guru alam dan dinamika lingkungannya, sangat tak berpotensi belajar dari guru manusia. Yang tak dapat mengambil ibrah dari pelajaran orang lain, harus mengambilnya dari pengalaman sendiri, dan untuk itu ia harus membayar mahal. Bani Israil bergurukan nabi Musa As, salah satu Ulul Azmi para rasul dengan azam berdosis tinggi.Bahkan leluhur mereka nabi-nabi yang dikirim silih berganti.Apa yang kurang? Ibarat meniup tungku, bila masih ada api di bara, kayu bakar itu akan menyala, tetapi apa yang kau hasilkan dari tumpukan abu dapur tanpa setitik api, selain kotoran yang memenuhi wajahmu?
Murid-murid Bebal
Berbicara seputar orang-orang degil, berarti menimbun begitu banyak kata seharusnya. Seharusnya Bani Israil berjuang sepenuh jiwa dan raga, bukan malah mengatakan: "Hai Musa, kami telah disakiti sebelum engkau datang dan setelah engkau datang," (QS.7:129) karena sesungguhnya mereka tahu ia benar-benar diutus Allah untuk memimpin mereka. Seharusnya mereka tidak mengatakan: "Kami tak akan masuk kesana (Palestina), selama mereka masih ada disana, maka pergilah engkau dengan tuhanmu, biar kami duduk-duduk disini," (QS.5:24) karena berita tenggelamnya Fir'aun di lautan dan
selamatnya Bani Israil, adalah energi besar yang mampu meruntuhkan semangat orang-orang Amalek yang menduduki bumi suci yang dijanjikan itu. Adapun yang ditenggelamkan itu Fir'aun, mitos sejarah yang tak terbayangkan bisa jatuh. Kemudian seharusnya mereka yang dihukum karena sikap dan ucapan dungu tadi, pasrah saja di padang Tih, dengan jatah catering Manna dan Salwa serta tinggal beratapkan awan pelindung dari sengatan terik matahari. Ternyata mereka mengulangi lagi kedegilan lama mereka. "Hai Musa, kami tak bakalan sabaran dengan jenis makanan monotype, cuma semacam ini, karenanya berdoalah engkau kepada tuhanmu untuk kami, agar ia keluarkan untuk kami tumbuhan bumi, yaitu: sayur-mayurnya, ketimunnya, bawang puihnya, kacang adasnya dan bawang merahnya." (QS.2:61)
Betul, manusia memerlukan guru manusia, tetapi apa yang dapat dilihatnya diterik siang di bawah sorotan lampu ribuat watt, bila matanya ditutup rapat? Tarbiyah dzatiyah atau pendidikan mandiri untuk menguasai mata kuliah kehidupan sangat besar perannya. Sebuah bangsa yang sudah "merdeka" 54 tahun, namun tak peduli bagaimana menghemat cadangan energi, tak tahu bagaimana membuang sampah, ringan tangan membakar hutan dan me-WC-kan sungai-sungai kota mereka, tentulah bukan bangsa yang pandai mendidik diri. Sebuah bangsa yang tergopoh-gopoh ikutan kampanye anti AIDS, dengan hanya menekankan aspek seks aman (dunia) saja tanpa mengingat murka Allah, tentulah bangsa itu belum kunjung dewasa.Bila diingat 6 dari 10 anak-anak mereka terancam flek paru-paru, lengkap sudah kebebalan itu.
Nurani yang Selalu Bergetar
Konon, Imam Syafi'ie ra sangat malu dan menyesal bila sampai ada orang mengutarakan hajat kepadanya."Mestinya aku telah menangkap gejala itu cukup dari kilas wajahnya."
Mereka yang akrab dengan arus batin manusia, mestinya selalu dapat menangkap isyarat muqabalah (oposit) makna ayat 2:273, "Engkau kenal mereka dengan ciri mereka, tak pernah meminta kepada manusia dengan mendesak." Sementara yang bukan "engkau" tak dapat membaca gelagat ini: "Si jahil mengira mereka itu kaya, lantaran mereka berusaha menjaga diri."
Mereka yang berhasil dalam tarbiyah dzatiyah akan tampil sebagai manusia yang jujur, ikhlas dan merdeka. Karenanya, "Hindarilah bergincu dengan ilmu sebagaimana engkau menghindari ujub (kagum diri) dengan amal.Jangan pula engkau meyakini bahwa aspek batin dari adab dapat diruntuhkan oleh sisi zahir dari ilmu.Taatilah Allah dalam menentang manusia dan jangan taati manusia dalam menentang Allah.Jangan simpan sedikitpun potensimu dari Allah dan jangan restui suatu amal kepada Allah yang bersumber dari nafsumu.Berdirilah dihadapan-Nya dalam shalatmu secara total." (Almuhasibi, Risalatu'lmustarsyidin).
Akhirnya, semakin jauh perjalanan tarbiyah dzatiyahnya, semakin banyak kekayaan yang diraihnya.Ungkapan berikut ini tidak ada kaitannya dengan bid'ah atau khilafiyah fiqh.Ia lebih mewakili ibrah agar kita tak terjebak pada aktifitas formal atau sebaliknya.
"Pada aspek zahir ada janabah yang menghalangimu masuk rumah-Nya atau membaca kitab-Nya, dan aspek batin juga punya janabah yang menghalangimu memasuki hadhirat keagungan-Nya dan memahami firman-Nya.Itulah ghaflah (kelalaian)" (Ibnu Atha'illah, Taju'l Arus).
Hakikat Kematangan Ilmu
Kembali ke kematangan pribadi dan keberhasilan tarbiyah dzatiyah, seseorang tak diukur berdasarkan kekayaan hafalannya atau keluasan pengetahuannya, tetapi pada kemampuannya memfungsikan bashirahnya: "Perumpamaan orang yang aktif dalam dunia ilmu namun tak punya bashirah, seperti 100.000 orang buta berjalan dengan kebingungan. Seandainya ada satu saja di tengah mereka yang dapat melihat walau hanya dengan satu mata, niscaya masyarakat hanya mau mengikuti yang satu ini dan meninggalkan yang 100.000".
Rasulullah SAW meredakan kemarahan para sahabat yang sangat tersinggung kepada seorang pemuda yang minta izin kepada beliau untuk tetap bisa berzina. "Engkau rela ibumu dizinai orang?" tanya beliau dengan bijak. "Demi Allah, saya tidak rela!" "Relakah engkau jika anak perempuanmu, saudara perempuanmu dan isterimu dizinai orang?""Tidak, demi Allah!" "Nah, demikianlah masyarakat...."
Demikianlah, amtsal merupakan metode pencerahan yang digunakan Al-Qur'an dan Al-Hadist, bahkan dengan kata kunci yang patut dicermati: "....Tak dapat memahaminya kecuali orang-orang yang berilmu" (29:43). Citarasa yang tinggi dibangun dan sensitifitas dipertajam, mengantarkan manusia kepada puncak pencerahan ruhani mereka.Sebuah ungkapan kedewasaan pun "Semua manusia dari Adam dan Adam dari tanah, tak ada perbedaan antara Arab atas Ajam dan Ajam atas Arab melainkan dengan taqwa." Itulah zaman, saat sejarah tak lagi dimonopoli raja, puteri dan pangeran, tetapi menjadi hak bersama yang melambungkan nama Bilal budak hitam abadi dalam adzan, atau Zaid menjadi satu-satunya nama sahabat dalam Al-Qur'an. Demikianlah kemudian kita kenal Ammar, Sumayyah dan banyak lagi budak yang melampaui prestasi dan prestise para bangsawan. Padahal 13 abad kemudianpun Eropa masih mempertanyakan perempuan makhluk apa. Dan, para intelektualnya sampai pada kesimpulan "Mereka adalah iblis yang ditampilkan dalam tampilan manusia." Justru Muhammad SAW telah memberi standar "Takkan memuliakan perempuan kecuali seorang mulia dan takkan menghinakan mereka kecuali manusia hina". Sementara para perempuannya seperti dilukiskan puteri Sa'id bin Musayyab: "Kami memperlakukan suami seperti kalian memperlakukan para pemimpin, kami ucapkan: "Ashlahakallah, hayyakallah!" (Semoga Allah memperbaiki/melindungimu, semoga Allah memuliakanmu)."
Oleh : Ust. Rahmat Abdullah

SIAPA ITU PEREMPUAN


Adapun laki-laki, apa yang ia ketahui tentang makhluk bernama perempuan?
Apakah ia adalah setan yang selalu menggodanya.
Ataukah ia adalah berhala yang selalu dipuja-puja.
Ataukah ia kelemahan yang harus dilindungi.
Ataukah ia kesempurnaan yang harus dibela dan ditinggikan.
Ataukah ia kemuliaan yang harus diraih dengan kemuliaan.
Ataukah ia bidadari yang hanya bisa diangankan.
Ataukah ia pembawa sial yang harus dijauhi dan dibuang.
Ataukah ia adalah musuh baginya yang harus diperangi
Ataukah ia selalu menjijikkan dan harus diterlantarkan.
Ataukah ia manusia seperti dirinya yang memiliki kekurangan sebagaimana kelebihan yang ada padanya.
Ataukah bahkan ia tak mengenalnya sehingga tak perlu menghadirkan dalam hidupnya.
Ataukah ia adalah kerusakan yang sedang mencari kerusakan.
Ataukah ia adalah kebaikan yang sedang menunggu kebaikan.
Ataukah ia kelembutan dan ketentraman yang diperlukan dalam hidupnya.
Ataukah ia yang membuatnya selalu mengangankan masa depan.
Ataukah ia yang sanggup membuatnya berani dan menjadi kuat.
Atau bahkan ia tak bisa mengatakan: siapa perempuan baginya?
Apapun jawabannya, laki-laki takkan bisa tidak menemukan perempuan dalam hidupnya.Ia bisa saja menulikan telinga atau membutakan mata, namun tidak dengan hati.
Seorang laki-laki tak bisa dilepaskan dari perempuan.Ibu yang mengandung dan melahirkannya adalah seorang perempuan. Dari sinilah ia mulai mengenal dan memahami perempuan. Ia mendapatkan ketentraman dan cinta serta kasih sayang untuk pertama kalinya adalah dari ibunya. Tentunya, semua karunia cinta ini tak lepas dari tanda kekuasaan-Nya.
Ia juga mengenal perempuan dari saudara kandungnya, adik atau kakaknya. Kemudian ia akan menemukan perempuan yang lain dengan berbagai watak di lingkungan sekitarnya. Bisa sebagai orang lain yang berjasa selain ibunya, sebagai guru atau teman bermainnya. Namun ia juga akan menemukan perempuan lain yang tak disukainya, entah sebagai kejelekan yang sama sekali jauh dari fitrah perempuan atau sebagai kejahatan yang diketahuinya.
Kelak ia pun kan dengan sendiri memahami dan mencari tahu siapa sebenarnya perempuan. Dan apa pengaruhnya dalam hidup seorang laki-laki.
Bila ia hendak mengasari perempuan sepatutnya ia mengenang ibunya. Sanggupkah ia mengasarinya sebagai balasan kasih sayang dan kelembutan yang dengan ikhlas diberikan. Kasih sayang yang tumbuh bersama kesusahan diatas kesusahan.Dari sejak mengandung sembilan bulan sampai perjuangan hidup mati ketika melahirkannya.Kemudian menyusui dan membelainya dengan sepenuh cinta.
Suatu saat seorang laki-laki mendatangi Rasulullah saw. Ia meminta izin untuk berzina. Seketika para sahabat yang berada disekeliling Rasul pun marah dan geram.Hendak menghardik dan mengusirnya.Namun, dengan tenang Rasulullah menyambanginya dan mengajaknya berdialog.Tidak dengan hujatan atau dengan ancaman atau dengan mengeluarkan dalil larangan berzina.
Beliau mendekati laki-laki itu, kemudian bertanya dengan halus, “Apakah Engkau rela jika hal itu terjadi pada ibumu?”
Lelaki itu menjawab, ”Tidak, wahai Rasulullah!”
Kemudian beliau bertanya lagi, “Apakah engkau rela jika hal itu juga terjadi pada saudara perempuanmu
Lelaki itu menjawabnya, “Tidak, wahai Rasulullah!”
Beliau bertanya lagi, “Apakah engkau rela jika hal demikian juga terjadi pada saudara perempuan ayahmu
Laki-laki itu pun dengan tegas mengatakan, “Tidak wahai Rasulullah!”
Kemudian Rasul pun tersenyum dan menutup pertanyaannya, “Masihkah engkau berhasrat untuk berzina?
Laki-laki itu menggeleng sambil mengatakan, “Tidak.Sekali-kali tidak wahai Rasulullah!”
Gambaran di atas menunjukkan bahwa laki-laki sangat dekat dengan perempuan.Ia sangat mengenal perempuan, entah itu ibunya, saudara kandungnya atau bibinya.
Dengan membawa set ulang pengenalan awal tentang perempuan, seorang laki-laki akan mampu menghormati perempuan. Menghormati, bukan memuja.Mencintai, bukan menjadikannya berhala yang disembah.Membutuhkan dan memerlukan, namun tidak dengan mengemis atau merendahkan diri.Ia menyadari bahwa dirinya dan perempuan adalah sesama makhluk dan manusia yang sejajar. Perbedaannya adalah ia laki-laki dan perempuan adalah perempuan. Beda tabiat dan struktur fisiknya.Juga fitrah dan tugasnya.Namun, semua saling memerlukan. Semua bisa bekerja sama. Kualitas dan posisi masing-masing disisi Allah dan juga manusia ditentukan dengan kualitas takwa.Takwa yang berdimensi vertikal dengan sepenuh ketundukan.Dan takwa yang berdimensi horizontal dengan kebaikan sosial.
Pada usia tertentu dalam hidupnya ia merasakan suatu perasaan yang belum pernah dirasakan dalam hidupnya. Ia menjadi mengangankan seorang perempuan. Ia merasa ingin selalu dekat dengannya. Ia ingin mendapatkan kelembutan dan ketentraman sebagaimana yang ia peroleh dari ibunya. Ia mengharap ada tempat melabuhkan kegundahan dan kegelisahannya. Ia hendak menceritakan seluruh pengalaman dan kejadian serta ingin mendapat respon yang hangat. Dan ia merasa perlu untuk melindungi seseorang. Ia ingin menjadi pahlawan bagi kelembutan.
Perasaan ini semakin bersemi bersama usia. Namun, dimensi persemian ini berkembang sesuai dengan pemahaman dan kedewasaan bersikap.Tidak lantas hanya dengan romantisme psikis yang ingin didapatkannya. Sebagai laki-laki yang paham, ia akan berusaha membina dirinya. Karena ia sedang mencari kebaikan. Bukan selalu mencari yang terbaik. Yang pertama akan membuatnya tenang. Yang kedua akan membuatnya semakin gelisah. Karena ia akan terus membandingkan dan terus mencari dengan selektifitas yang tinggi. Ia menjadi sangat ketakutan. Padahal tak ada yang perlu ditakuti atau ditakutkan dari seorang perempuan bagi laki-laki. Kecuali untuk merasa cemas akan muslihat perempuan yang akan menggelincirkan dari cinta Allah menjuju kemurkaan-Nya.
Lalu, kebaikan akan mencari kebaikan. Karena kebaikan juga sedang menunggu kebaikan.
Jangan pernah mencari ketenangan setenang Khadijah, karena Anda bukan Muhammad.
Jangan pernah mencari kecerdasan secerdas Aisyah, karena Anda bukan Muhammad.
Carilah kebaikan sebagaimana kita memahami kebaikan yang ada dalam diri kita.Kebaikan yang telah kita usahakan bersemi dan berkembang dalam diri kita. Kebaikan yang kita yakini akan cocok dengan kebaikan yang sedang kita cari. Kebaikan yang akan memberi ketentraman dan kedamaian serta menyuburkan cinta dan kasih sayang.
Bukankah keteduhan akan memerlukan payung untuk berteduh?


DARI MASA KE MASA

Random Post

 
Support : Your Link | Your Link | Your Link
Copyright © 2013. fikri safir - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger