Minggu, 19 Januari 2014

memaknai proses pembelajaran


Orang berilmu dan beradab tidak akan diam di kampung halaman
Tinggalkan negerimu dan merantaulah ke negeri orang
Merantaulah, kau akan dapatkan pengganti dari kerabat dan kawan
Berlelah-lelahlah, manisnya hidup terasa setelah lelah berjuang
Aku melihat air menjadi rusak karena diam tertahan
Jika mengalir menjadi jernih, jika tidak, kan keruh menggenang
Singa jika tak tinggalkan sarang tak akan dapat mangsa
Anak panah jika tak tinggalkan busur tak akan kena sasaran
Jika matahari di orbitnya tidak bergerak dan terus diam
Tentu manusia bosan padanya dan enggan memandang
Bijih emas bagaikan tanah biasa sebelum digali dari tambang
Kayu gaharu tak ubahnya kayu biasa jika di dalam hutan.
(Imam Syafi’i )
Menuntut ilmu merupakan kewajiban setiap muslim, baik anak-anak, remaja, dewasa, maupun orang tua. Dalam menuntut ilmu, kita tak mengenal waktu, usia, dan jarak. Layaknya pepatah yang sering kita dengar, “Tuntutlah ilmu dari buaian hingga liang lahat.” Demikianlah urgensi menuntut ilmu bagi seorang muslim. Namun saat ini, menuntut ilmu seolah hanya diidentikkan dengan proses akademik, layaknya bangku sekolah dan bangku kuliah.
Belajar di bangku kuliah memang berbeda dengan belajar di bangku sekolah. Di bangku sekolah, para siswa terbiasa ‘disuapi’ oleh para pengajar sehingga ilmu yang dipelajari tidaklah mendalam. Pola ini berubah seiring peralihan ke bangku kuliah, di sini para mahasiswa dituntut untuk mandiri dengan penerapan sistem Satuan Kredit Semester (SKS). Pada jenjang ini, ilmu yang dipelajari lebih fokus dan mendalam, sesuai dengan penjurusan yang dipilih. Pengkhususan bidang ilmu dan perubahan sistem pengajaran memaksa mahasiswa untuk beradaptasi dan mengatur pola belajar yang lebih efektif. Tak semata-mata demi nilai, tetapi juga pada proses pembelajarannya. Saat memasuki ranah profesional, yang dilihat bukan hanya nilai, tetapi juga keahlian dan pengetahuan yang diperoleh semasa kuliah.
Lantas, bagaimana metode belajar yang baik dan efektif? Berikut ini beberapa kiat yang dapat kita lakukan.
a.    Membaca buku referensi yang direkomendasikan oleh dosen, minimal dua kali, agar isi buku itu benar-benar kita pahami. Biasanya buku inilah yang dijadikan acuan oleh dosen ketika membuat soal ujian.
b.    Mendengarkan dosen walaupun membosankan. Tidak tergoda untuk asyik sendiri ketika jam kuliah. Mencatat penjelasan yang disampaikan karena biasanya informasi itulah yang akan ditanyakan saat ujian
c.    Membentuk kelompok belajar. Carilah teman yang memang serius belajar dan mau berbagi ilmu. Melalui kelompok ini, diharapkan pemahaman dan wawasan kita tentang sesuatu topik semakin matang dan mendalam.
d.   Mengatur proporsi SKS yang kita ambil tiap semester berdasarkan bobot dan tingkat kesulitan. Hindari mengambil mata kuliah sulit sekaligus dalam satu semester ataupun sebaliknya. Hal ini penting untuk menyeimbangkan tekanan yang kita terima (terlalu rendah ataupun tinggi dalam semester tertentu) yang berdampak pada kestabilan ritme belajar kita (kecuali diwajibkan untuk mengambil paket yang telah ditentukan jurusan).
e.    Membiasakan belajar rutin, ada atau tidaknya ujian. Jauhi pola SKS (Sistem Kebut Semalam). Selain meningkatkan stres, juga membuat ilmu yang kita pelajari terasa lebih sulit dicerna. Hasil yang diperoleh pun tidak akan efektif.
f.     Menjaga hubungan baik dengan dosen (tak perlu sampai “menjilat”) karena tak sedikit dosen yang memberi nilai berdasarkan subjektivitasnya, anggapan tentang baik-tidaknya seorang mahasiswa di mata beliau.
g.    Tidak tergoda untuk mencontek. Ingat! Mencontek itu haram dan akan dimintai pertanggungjawabannya di akhirat kelak. Mencontek hanya akan menumbuhkan mental pengecut dan pecundang. Mencontek membuat kita malas belajar sebab terbiasa mengambil jalan pintas. Belum lagi risikonya jika ketahuan, citra kita di mata dosen dan mahasiswa lainnya akan rusak.
Demikianlah beberapa tips agar kita lebih mementingkan proses belajar dibanding hasilnya. Semoga kita dapat menerapkannya dalam kehidupan perkuliahan kita.
Selain kiat-kiat di atas, kita juga dapat meneladani salah satu sosok istri Rasulullah Saw., yaitu ‘Aisyah Ra. Di Mekah, ia dinikahi Rasulullah Saw. Saat berusia enam tahun. Namun, baru berkumpul dengan Rasulullah Saw. di Madinah pada usia sembilan tahun. Ia ditinggal wafat oleh Rasulullah Saw saat  berusia delapan belas tahun. Di masyarakat kita saat ini, apa yang dapat dilakukan seorang anak delapan belas tahun? Inilah kehebatan ‘Aisyah Ra. Ia mampu membuktikan keistimewaannya. Di usianya itu, ia telah menguasai berbagai permasalahan agama sedemikian luas. Tak berlebihan jika dikatakan bahwa ingatannya mengenai sabda dan perbuatan Rasulullah saw. tak terbatas.
Dalam beberapa hadis, disebutkan bahwa Masruq Ra. berkata, “Aku menyaksikan para sahabat terkemuka menanyakan masalah-masalah agama kepada ‘Aisyah Ra.” Sedangkan Atha Ra. berkata, “Aisyah Ra. lebih menguasai masalah agama dan lebih alim daripada para sahabat laki-laki.” Sahaat yang lain, yaitu Abu Musa ra.pun berkata, “Apabila kami menjumpai kesulitan dalam suatu masalah agama maka kami akan menjumpai jawabannya dari ‘Aisyah Ra.“ (Al Ishabah)
2210 hadis yang telah diriwayatkan ‘Aisyah Ra. tercantum di dalam berbagai kitab-kitab hadis. ‘Aisyah sendiri berkata, “Ketika kecil, aku masih bermain-main pada saat diturunkan ayat بل الساعةُ موعدُهم والساعةٌادهى وامرّ, yang berarti ‘bahkan sebenarnya kiamat itu adalah hari yang dijanjikan kepada mereka dan hari kiamat itu adalah lebih dahsyat dan lebih pahit’. [Q.S. Al Qamar: 46] (Bukhari).
’Aisyah tinggal di Mekah hingga usia delapan tahun. Di usianya yang begitu belia, ia dapat mengetahui dan mengingat turunnya ayat tersebut. Hal tersebut merupakan bukti nyata atas keberkahan dan keistimewaan agama Islam. Jika tidak, apa yang dapat dilakukan oleh seorang anak yang berusia delapan tahun? (Fadhail Amal)
Imam Adz Dzahabi Ra. berkata, “Dapat dipastikan bahwa Ibunda ‘Aisyah Ra. adalah orang yang paling dalam ilmunya di kalangan wanita ummat ini.” Biliknya dikenal sebagai sekolah pertama di dunia. Beliau melakukan taklim harian bersama Rasulullah Saw. di kamar itu.
Beliau pindah dari rumah Abu Bakar As-Shiddiq ke rumah Nubuwah sejak masih kanak-kanak. Di kalangan para perawi hadis, ‘Aisyah Ra. menempati posisi keempat berdasarkan banyaknya hadis yang diriwayatkannya. Dengan perincian, Abu Hurairah Ra. 5374 hadis, Abdullah ibnu Umar Ra. 2630 hadis,  Anas bin Malik Ra. 2286 hadis, Aisyah Ra. 2210 hadis.
Demikianlah salah seorang sosok wanita sholihah lagi cerdas. Keluasan ilmunya sebanding dengan kelurusan akhlaknya. Hal inilah yang patut kia tiru dari ibunda kita, “Aisyah Ra. Semoga kita dapat meniru caranya mencari ilmu, memahami, serta mengaplikasikan ilmu tersebut dalam kehidupan kita.
jakarta, 14 desember 2012

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

DARI MASA KE MASA

Random Post

 
Support : Your Link | Your Link | Your Link
Copyright © 2013. fikri safir - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger